Sabtu, 04 Februari 2012

macam - macam kerusuhan selama pilkada di penjuru dunia

TUNIS – Pemerintah Tunisia memutuskan, pria dan wanita harus memiliki jumlah yang sama dalam pemungutan suara pada Juli. Tunisia menjadi negara pertama menyerukan aksi protes di Arab dan menghapus ketakutan dari pengaruh konservatif.

Keputusan tersebut dibuat untuk mempersiapkan pemilu dewan konstituante pada 24 Juli setelah aksi unjuk rasa yang menggulingkan mantan Presiden Zine El Abidine Ben Ali. Keputusan itu disebut sebagai terobosan baru di wilayah Tunisia.

“Ini bersejarah dan hanya pantas diselenggarakan di negara, di mana pria dan wanita berjuang berdampingan untuk demokrasi,” ujar Presiden Asosiasi Wanita Demokrat Tunisia, Sana Ben Assour, seperti dikutip AFP, Kamis (21/4/2011).

Tiga pekan demonstrasi yang menggulingkan kekuasaan 23 tahun Ben Ali telah membuka jalan bagi kemerdekaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk menghapuskan pelarangan partai Islam di negara sekuler tersebut.

Banyak yang khawatir bahwa keputusan ini bisa membuat pembalikan keuntungan bagi wanita, dimana banyak tokoh Islam meminta wanita memakai jilbab atau mengatakan tempat mereka adalah di rumah. Namun, gerakan Islam Ennahda (Renaissance) diperbolehkan mendaftar pada Maret untuk pertama kalinya sejak dibentuk pada 1981. Kelompok tersebut merupakan salah satu kandidat dalam pemilu untuk pemerintahan yang baru.

Kamis, 03 November 2011

Negara berkembang

Berikut adalah sebuah daftar negara berdasarkan kemajuan , dan marilah kita lihat negara kita nyampek mana
urutan nya di mata dunia

Negara berkembang adalah istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan suatu negara dengan kesejahteraan material tingkat rendah. Karena tidak ada definisi tetap negara berkembang yang diakui secara internasional, tingkat pembangunan bisa saja bervariasi di dalam negara berkembang tersebut. Sejumlah negara berkembang memiliki standar hidup rata-rata yang tinggi.
Negara yang memiliki ekonomi yang lebih maju daripada negara berkembang lainnya, namun tidak sepenuhnya menampakkan tanda-tanda negara maju dikelompokkan dalam istilah negara industri baru

Definisi



Kofi Annan, mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, menetapkan negara berkembang sebagai "negara yang memperbolehkan seluruh warga negaranya menikmati hidup yang bebas dan sehat dalam lingkungan yang aman." Namun menurut Divisi Statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa:
Tidak ada konvensi resmi untuk penetapan negara atau wilayah "maju" dan "berkembang" dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa
Selain itu mereka mengemukakan:
Penetapan "maju" dan "berkembang" hanya ditujukan untuk kemudahan statistik dan tidak mengekspresikan penilaian terhadap tahap-tahap yang telah dicapai suatu negara atau wilayah dalam proses pembangunannya.
The UN also notes
Dalam kenyataannya, Jepang di Asia, Kanada dan Amerika Serikat di Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru di Oseania, dan Eropa dianggap sebagai wilayah atau kawasan "maju". Dalam statistik perdagangan internasional, Persatuan Bea Cukai Afrika Bagian Selatan juga dianggap sebagai kawasan maju dan Israel sebagai negara maju; negara yang muncul dari bekas Yugoslavia dianggap sebagai negara berkembang; dan negara-negara di Eropa Timur dan Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (kode 172) di Eropa tidak termasuk dalam wilayah maju ataupun berkembang.
Pada abad ke-21, wilayah Empat Macan Asia asli (Hong Kong,] Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan, bersama Siprus, Malta, dan Slovenia, dianggap "negara maju".
Di sisi lain, menurut klasifikasi IMF sebelum April 2004, seluruh negara Eropa Timur (kecuali negara Eropa Tengah yang masih tergabung dalam "Eastern Europe Group" di PBB) juga bekas negara Uni Soviet (USSR) di Asia Tengah (Kazakhstan, Uzbekistan, Kyrgyzstan, Tajikistan dan Turkmenistan) dan Mongolia tidak dimasukkan dalam kawasan maju atau berkembang, namun disebut sebagai "negara transisi", mereka sekarang lebih dikenal (dalam laporan internasional) sebagai "negara berkembang".
IMF menggunakan sistem klasifikasi fleksibel yang memperhitungkan " tingkat pendapatan per kapita,  diversifikasi ekspor sehingga eksportir minyak yang memiliki PDB per kapita tinggi tidak akan masuk dalam klasifikasi maju karena 70% barang ekspornya berupa minyak, dan tingkat integrasinya ke dalam sistem keuangan global."
Bank Dunia mengelompokkan negara-negara di dunia ke dalam empat kelompok pendapatan. Kelompok ini diatur setiap tahun pada tanggal 1 Juli. Ekonomi yang terbagi menurut pendapatan nasional per kapita 2008 menggunakan tingkatan pendapatan berikut:
Negara pendapatan rendah memiliki PN per kapita US$975 atau kurang.
Negara pendapatan menengah bawah memiliki PN per kapita antara US$976 dan US$3.855.
Negara pendapatan menengah atas memiliki PN per kapita antara US$3.856 dan US$11.905.
Negara pendapatan tinggi memiliki PN per kapita lebih dari US$11.906.
Bank Dunia mengelompokkan semua negara berpendapatan rendah dan menengah sebagai negara berkembang namun menyatakan, "Penggunaan sebutan ini tujuannya adalah memudahkan; tidak ditujukan untuk menyatakan bahwa semua ekonomi dalam kelompok ini mengalami pembangunan yang sama atau ekonomi lain telah mencapai tahap akhir pembangunan yang dituju. Pengelompokkan menurut pendapatan nasional secara langsung tidak mencerminkan status pembangunan suatu negara.

Pengukuran dan konsep pembangunan


Pembangunan suatu negara diukur dengan indeks statistik seperti pendapatan per kapita (per orang) (PDB), harapan hidup, tingkat melek aksara, dan lain-lain. PBB telah mengembangkan HDI, sebuah indikator statistik untuk mendorong tingkat pembangunan manusia di negara-negara yang terdata oleh PBB.
Negara berkembang umumnya adalah negara yang belum mencapai tingkat industrialisasi yang relatif terhadap penduduknya dan memiliki standar hidup menengah ke rendah. Terdapat korelasi kuat antara pendapatan rendah dan pertumbuhan populasi yang tinggi.
Istilah yang digunakan ketika membicarakan negara berkembang mengareah pada tujuan dan pembangunan negara-negara yang memakai istilah ini. Istilah lain yang kadang digunakan adalah negara kurang maju (LDC), negara ekonomi kurang maju (LEDC), "bangsa belum maju" atau bangsa Dunia Ketiga, dan "bangsa non-industri". Sebaliknya, ujung lain dari spektrum ini disebut negara maju, negara ekonomi sangat maju (MEDC), bangsa Dunia Pertama dan "bangsa industri".
Untuk mengurangi aspek eufemistik dari kata berkembang, organisasi internasional mulai memakai istilah negara ekonomi kurang maju (LEDC) untuk negara miskin yang dalam hal apapun tidak dapat disebut sebagai negara berkembang. LEDC adalah subset termiskin dari LDC. Penggunaan ini dapat menentang keyakinan bahwa seluruh dunia berkembang memiliki standar hidup yang sama.
Konsep bangsa berkembang dapat ditemukan (dalam satu istilah atau lain) di berbagai sistem teoretis yang memiliki beragam orientasi — misalnya, teori dekolonisasi, teologi pembebasan, Marxisme, anti-imperialisme, dan ekonomi politik.

Kritik atas istilah 'negara berkembang


Ada berbagai kritik terhadap pemakaian istilah 'negara berkembang'. Istilah ini menekankan inferioritas sebuah 'negara berkembang' jika dibandingkan dengan sebuah 'negara maju' yang tidak disukai oelh banyak negara. Istilah ini seolah menekankan sebuah negara agar 'berkembang' mengikuti model pembangunan ekonomi tradisional 'Barat' yang tidak diikuti beberapa negara seperti Kuba.
Istilah 'berkembang' berarti mobilitas dan tidak mengakui bahwa pembangunan menurun atau tetap di sejumlah negara, terutama Afrika bagian selatan yang terkena dampak parah dari HIV/AIDS. Dalam beberapa kasus, istilah negara berkembang dapat dianggap sebagai eufemisme. Istilah ini berarti homogenitas antara negara-negara tersebut yang sangat beragam. Istilah ini juga berarti homogenitas di antara negara-negara tersebut ketika kekayaan (dan kesehatan) sebagian besar atau kecil kelompok utama sangat bervariasi.[rujukan?]
Umumnya, pembangunan memerlukan infrastruktur modern (fisik dan institusional), dan perpindahan dari sektor bernilai rendah seperti pertanian dan pengambilan sumber daya alam. Sebagai perbandingan, negara maju biasanya memiliki sistem ekonomi berdasarkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan stabil dalam sektor ekonomi tersier dan sektor ekonomi kuarter dan standar hidup material tinggi. Tetapi, ada pengecualian utama ketika beberapa negara yang dianggap maju memiliki banyak komponen industri primer dalam ekonomi nasional mereka, seperti Norwegia, Kanada, Australia. AS dan Eropa Tengah memiliki sektor pertanian yang sangat penting, keduanya adalah pemain penting dalam pasar pertanian internasional. Selain itu, pengambilan sumber daya alam dapat menjadi industri yang sangat menguntungkan (bernilai tinggi) seperti pengeboran minyak.

Daftar negara ekonomi awal dan berkembang


Berikut ini negara-negara yang dianggap sebagai ekonomi awal dan berkembang menurut Laporan Ekonomi Dunia Dana Moneter Internasional, April 2010
 Afghanistan
 Albania
 Aljazair
 Angola
22x20px Antigua dan Barbuda
 Argentina
 Armenia
 Azerbaijan
22x20px Bahama
 Bahrain
 Bangladesh
 Barbados
 Belarus
 Belize
 Benin
 Bhutan
 Bolivia
 Botswana
 Brazil
 Bulgaria
22x20px Burkina Faso
 Burma
 Burundi
 Kamerun
 Tanjung Verde
 Republik Afrika Tengah
 Chad
 Chili
 Cina
 Kolombia
 Komoro
 Republik Demokratik Kongo
 Republik Kongo
 Kosta Rika
 Côte d'Ivoire
 Kroasia
 Djibouti
 Dominika
 Republik Dominika
 Ekuador
 Mesir
 El Salvador
 Guinea Khatulistiwa
 Eritrea
 Estonia
 Ethiopia
 Fiji
 Gabon
 Gambia
 Georgia
 Ghana
 Grenada
 Guatemala
 Guinea
 Guinea-Bissau
 Guyana
 Haiti
 Honduras
 Hongaria
 Indonesia
 India
 Iran
22x20px Irak
 Jamaika
 Yordania
 Kazakhstan
 Kenya
 Kiribati
 Kuwait
 Kyrgyzstan
 Laos
 Latvia
 Lebanon
 Lesotho
 Liberia
 Libya
 Lituania
 Makedonia
 Madagaskar
 Malawi
 Malaysia
 Maladewa
 Mali
 Kepulauan Marshal
 Mauritania
 Mauritius
 Meksiko
22x20px Federasi Mikronesia
 Moldova
 Mongolia
 Montenegro
 Maroko
 Mozambik
 Namibia
 Nauru
 Nepal
 Nikaragua
 Niger
 Nigeria
 Oman
 Pakistan
 Palau[17]
 Panama
 Papua Nugini
 Paraguay
 Peru
 Filipina
 Polandia
 Qatar
 Rumania
 Rusia
 Rwanda
 Saudi Arabia
 Samoa
 São Tomé dan Príncipe
 Senegal
 Serbia
22x20px Seychelles
 Sierra Leone
 Kepulauan Solomon
 Afrika Selatan
 Somalia
 Sri Lanka
 Saint Kitts dan Nevis
 Saint Lucia
 Saint Vincent dan Grenadines
 Sudan
 Suriname
 Swaziland
 Suriah
 Tajikistan
 Tanzania
 Thailand
 Timor-Leste
 Togo
 Tonga
 Trinidad dan Tobago
 Tunisia
 Turki
 Turkmenistan
 Tuvalu
 Uganda
 Ukraina
 Uni Emirat Arab
 Uruguay
 Uzbekistan
 Vanuatu
 Venezuela
 Vietnam
 Yemen
 Zambia
 Zimbabwe
Negara berkembang yang tidak terdaftar di IMF
 Kuba
 Korea Utara
Daftar ekonomi berkembang yang sudah menjadi ekonomi maju (Empat Macan Asia dan negara Euro Baru)
 Hong Kong (sebelum 1997)
 Singapura (sebelum 1997)
 Korea Selatan (sebelum 1997)
 Taiwan (sebelum 1997)
 Siprus (sebelum 2001)
 Libya (sebelum 2004)
22x20px Slovenia (sebelum 2007)
 Malta (sebelum 2008)
22x20px Republik Ceko (sebelum 2009)
 Slowakia (sebelum 2009)

Dan itu lah daftar-daftar negara yang sudah maju,
dan sebaiknya kita tingkat kan lagi mutu negri kita agar dapat bersaing dengan negara-negara di dunia 
marilah berjuang jangan males-malesan, kana kita tau negara kita sudah ketinggalan jauh dengan negara lain
maka itu lah 
PR kita bersama

Sabtu, 29 Oktober 2011

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR) adalah lembaga legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelum Reformasi, MPR merupakan lembaga tertinggi negara. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.

Sejarah


Sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai sebuah bangsa yang masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi negaranya. Landasan berpijaknya adalah ideologi Pancasila yang diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri beberapa minggu sebelumnya dari penggalian serta perkembangan budaya masyarakat Indonesia dan sebuah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pra Amandemen yang baru ditetapkan keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) tersebut mengatur berbagai macam lembaga negara dari Lembaga Tertinggi Negara hingga Lembaga Tinggi Negara. Konsepsi penyelenggaraan negara yang demokratis oleh lembaga-lembaga negara tersebut sebagai perwujudan dari sila keempat yang mengedepankan prinsip demokrasi perwakilan dituangkan secara utuh didalamnya. Kehendak untuk mengejawantahkan aspirasi rakyat dalam sistem perwakilan, untuk pertama kalinya dilontarkan oleh Bung Karno, pada pidatonya tanggal 01 Juni 1945. Muhammad Yamin juga mengemukakan perlunya prinsip kerakyatan dalam konsepsi penyelenggaraan negara. Begitu pula dengan Soepomo yang mengutarakan idenya akan Indonesia merdeka dengan prinsip musyawarah dengan istilah Badan Permusyawaratan. Ide ini didasari oleh prinsip kekeluargaan, dimana setiap anggota keluarga dapat memberikan pendapatnya.
Dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo menyampaikan bahwa ‘’Badan Permusyawaratan’’ berubah menjadi ‘’Majelis Permusyawaratan Rakyat’’ dengan anggapan bahwa majelis ini merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana anggotanya terdiri atas seluruh wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil golongan. Konsepsi Majelis Permusyawaratan Rakyat inilah yang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI pada acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen).

Masa Orde Lama (1945-1965)

Pada awal masa Orde Lama, MPR belum dapat dibentuk secara utuh karena gentingnya situasi saat itu. Hal ini telah diantispasi oleh para pendiri bangsa dengan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) menyebutkan, Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.
Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi perubahan-perubahan yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) dimulailah lembaran pertama sejarah MPR, yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR.
Pada masa berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949-1950) dan Undang-Undang Dasar Sementara (1950-1959), lembaga MPR tidak dikenal dalam konfigurasi ketatanegaraan Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Desember 1955 diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Konstituante yang diserahi tugas membuat Undang-Undang Dasar.
Namun, Konstituante yang semula diharapkan dapat menetapkan Undang-Undang Dasar ternyata menemui jalan buntu. Di tengah perdebatan yang tak berujung pangkal, pada tanggal 22 April 1959 Pemerintah menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945, tetapi anjuran ini pun tidak mencapai kesepakatan di antara anggota Konstituante.
Dalam suasana yang tidak menguntungkan itu, tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisikan :
  • Pembubaran Konstituante,
  • Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara 1950,
  • Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Untuk melaksanakan Pembentukan MPRS sebagaimana diperintahkan oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 yang mengatur Pembentukan MPRS sebagai berikut :
  • MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
  • Jumlah Anggota MPR ditetapkan oleh Presiden.
  • Yang dimaksud dengan daerah dan golongan-golongan ialah Daerah Swatantra Tingkat I dan Golongan Karya.
  • Anggota tambahan MPRS diangkat oleh Presiden dan mengangkat sumpah menurut agamanya di hadapan Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden.
  • MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh Presiden.
Jumlah anggota MPRS pada waktu dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun 1960 berjumlah 616 orang yang terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah.
Pada tanggal 30 September 1965 terjadi peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI. Sebagai akibat logis dari peristiwa pengkhianatan G-30-S/PKI, mutlak diperlukan adanya koreksi total atas seluruh kebijaksanaan yang telah diambil sebelumnya dalam kehidupan kenegaraan. MPRS yang pembentukannya didasarkan pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan selanjutnya diatur dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, setelah terjadi pemberontakan G-30-S/PKI, Penetapan Presiden tersebut dipandang tidak memadai lagi.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diadakan langkah pemurnian keanggotaan MPRS dari unsur PKI, dan ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1966 bahwa sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipilih oleh rakyat, maka MPRS menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan UUD 1945 sampai MPR hasil Pemilihan Umum terbentuk.
Rakyat yang merasa telah dikhianati oleh peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI mengharapkan kejelasan pertangungjawaban Presiden Soekarno mengenai pemberontakan G-30-S/PKI berikut epilognya serta kemunduran ekonomi dan akhlak. Tetapi, pidato pertanggungjawaban Presiden Soerkarno yang diberi judul ”Nawaksara” ternyata tidak memuaskan MPRS sebagai pemberi mandat. Ketidakpuasan MPRS diwujudkan dalam Keputusan MPRS Nomor 5 Tahun 1966 yang meminta Presiden Soekarno melengkapi pidato pertanggungjawabannya.
Walaupun kemudian Presiden Soekarno memenuhi permintaan MPRS dalam suratnya tertangal 10 januari 1967 yang diberi nama “Pelengkap Nawaksara”, tetapi ternyata tidak juga memenuhi harapan rakyat. Setalah membahas surat Presiden tersebut, Pimpinan MPRS berkesimpulan bahwa Presiden Soekarno telah alpa dalam memenuhi kewajiban Konstitusional. Sementara itu DPR-GR dalam Resolusi dan Memorandumnya tertanggal 9 Februari 1967 dalam menilai “Nawaksara” beserta pelengkapnya berpendapat bahwa “Kepemimpinan Presiden Soekarno secara konstitusional, politis/ideologis membahayakan keselamatan bangsa, negara, dan Pancasila”.
Dalam kaitan itu, MPRS mengadakan Sidang Istimewa untuk memberhentikan Presiden Soekarno dari jabatan Presiden/Mandataris MPRS dan memilih/mengangkat Letnan Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden/Mandataris sesuai Pasal 3 Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966, serta memerintahkan Badan Kehakiman yang berwenang untuk mengadakan pengamatan, pemeriksaan, dan penuntutan secara hukum.

Masa Reformasi (1999-sekarang)

Bergulirnya reformasi yang menghasilkan perubahan konstitusi telah mendorong para pengambil keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi. Setelah reformasi, MPR menjadi lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan Undang-Undang Dasar telah mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem ketatanegaraan dapat berjalan optimal.
Pasal 1 ayat (2) yang semula berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” , setelah perubahan Undang-Undang Dasar diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara, yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga negara yang ditentukan oleh UUD 1945.
Tugas, dan wewenang MPR secara konstitusional diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, yang sebelum maupun setelah perubahan salah satunya mempunyai tugas mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar negara yang mengatur hal-hal penting dan mendasar. Oleh karena itu dalam perkembangan sejarahnya MPR dan konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar mempunyai keterkaitan yang erat seiring dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia.

Tugas dan wewenang

Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar

MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh sekurangkurangnya 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota MPR. Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan diubah beserta alasannya.
Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan MPR. Setelah menerima usul pengubahan, pimpinan MPR memeriksa kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah pengusul dan pasal yang diusulkan diubah yang disertai alasan pengubahan yang paling lama dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima pimpinan MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok Anggota MPR untuk membahas kelengkapan persyaratan.
Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya. Namun, jika pengubahan dinyatakan oleh pimpinan MPR memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari. Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum dilaksanakan sidang paripurna MPR.
Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota.

Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum

MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR. Sebelum reformasi, MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara memiliki kewenangan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak, namun sejak reformasi bergulir, kewenangan itu dicabut sendiri oleh MPR. Perubahan kewenangan tersebut diputuskan dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 (lanjutan 2) tanggal 09 November 2001, yang memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, Pasal 6A ayat (1).

Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya

MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diusulkan oleh DPR.
MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota yang hadir.

Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden

Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.
Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR. Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

Memilih Wakil Presiden

Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari untuk memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.

Memilih Presiden dan Wakil Presiden

Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, MPR menyelenggarakan sidang paripurna paling lambat 30 (tiga puluh) hari untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.

Keanggotaan

MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. Sebelum reformasi, MPR terdiri atas anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan, menurut aturan yang ditetapkan undang-undang. Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang yang terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Anggota MPR yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama, mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan MPR.

Hak dan kewajiban anggota

Hak anggota

  • Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.
  • Memilih dan dipilih.
  • Membela diri.
  • Imunitas.
  • Protokoler.
  • Keuangan dan administratif.

Kewajiban anggota

  • Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.
  • Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan.
  • Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
  • Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

Fraksi dan kelompok anggota

Fraksi

Fraksi adalah pengelompokan anggota MPR yang mencerminkan konfigurasi partai politik. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR. Setiap anggota MPR yang berasal dari anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi. Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan kinerja MPR dan anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat. Pengaturan internal fraksi sepenuhnya menjadi urusan fraksi masing-masing.

Kelompok anggota

Kelompok Anggota adalah pengelompokan anggota MPR yang berasal dari seluruh anggota DPD. Kelompok Anggota dibentuk untuk meningkatkan optimalisasi dan efektivitas kinerja MPR dan anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil daerah. Pengaturan internal Kelompok Anggota sepenuhnya menjadi urusan Kelompok Anggota.

Alat kelengkapan

Alat kelengkapan MPR terdiri atas; Pimpinan dan Panitia Ad Hoc.

Pimpinan

Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari anggota DPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPD, yang ditetapkan dalam sidang paripurna MPR.

Panitia Ad Hoc

Panitia ad hoc MPR terdiri atas pimpinan MPR dan paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah anggota dan paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah anggota yang susunannya mencerminkan unsur DPR dan unsur DPD secara proporsional dari setiap fraksi dan Kelompok Anggota MPR.

Sidang

MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
  • sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
  • sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD
  • sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya
Putusan MPR sah apabila disetujui:
  • sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
  • sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai hasil yang mufakat.

Perdagangan internasional

Indonesia adalah negara yang strategis maka dariitu kita harus bisa menjaga kekayaan indonesia

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.

Teori Perdagangan Internasional

Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.

Model Ricardian

Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.

Model Heckscher-Ohlin

Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.

Faktor Spesifik

Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan. Jangan dipercaya,bohong tu.

Model Gravitasi

Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.

Manfaat perdagangan internasional

Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
  • Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
    Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
  • Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
    Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
  • Memperluas pasar dan menambah keuntungan
    Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
  • Transfer teknologi modern
    Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

Faktor pendorong

Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :

Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional

Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dab WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.
Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
PDIPLogo.png
Ketua Umum Megawati Soekarnoputri
(sejak 1999)
Sekretaris Jenderal Tjahjo Kumolo
Didirikan 1999;
10 Januari 1973 (pendirian PDI, dianggap sebagai penerus)
Kantor pusat Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan
Ideologi Marhaenisme
Kursi di DPR (2009)
95 / 560
Situs web http://www.pdiperjuangan.or.id/
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah sebuah partai politik di Indonesia. Lahirnya PDI-P dapat dikaitkan dengan


Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah sebuah partai politik di Indonesia. Lahirnya PDI-P dapat dikaitkan dengan peristiwa 27 Juli 1996. Hasil dari peristiwa ini adalah tampilnya Megawati Soekarnoputri di kancah perpolitikan nasional. Walaupun sebelum peristiwa ini Megawati tercatat sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia dan anggota Komisi I DPR, namun setelah peristiwa inilah, namanya dikenal diseluruh Indonesia.
Setelah dibukanya kehidupan kepartaian politik oleh Presiden Habibie, untuk menyongsong Pemilu 1999, PDI-P didirikan. Dalam Pemilu ini, PDI-P memperoleh peringkat pertama untuk suara DPR dengan memperoleh 151 kursi. Walaupun demikian, PDI-P gagal membawa Megawati ke kursi kepresidenan, karena kalah voting dalam Sidang Umum MPR 1999 dari Abdurrahman Wahid, dan oleh karenanya Megawati menduduki kursi wakil presiden. Setelah Abdurrahman Wahid turun dari jabatan presiden pada tahun 2001, PDI-P berhasil menempatkan Megawati ke kursi presiden.
Dalam Pemilu Legislatif 2004, perolehan suara PDI-P turun ke peringkat kedua, dengan 109 kursi. Untuk Pemilu Presiden 2004, PDI-P kembali mencalonkan Megawati sebagai calon presiden, berpasangan dengan KH Hasyim Muzadi sebagai calon wakil presiden.
Kongres I PDI-P berlangsung di Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2000.

Kongres II PDI-P

 Pada 28 Maret 2005, Kongres II PDI-P dibuka di Sanur, Bali, di tengah aksi sekelompok kader yang meminta reformasi di dalam tubuh PDI-P dan terkumpul dalam "Gerakan Pembaruan PDI-P". Kongres ditutup pada 31 Maret, dua hari lebih cepat dari yang direncanakan, dengan terpilihnya kembali Megawati Soekarnoputri secara aklamasi oleh sekitar 1.000 utusan PDI Perjuangan dari seluruh Indonesia sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan periode 2005-2010 beserta sejumlah pengurus lainnya. Sadar akan tuntutan proses regenerasi kepemimpinan dalam tubuh Partai, Megawati menunjuk Pramono Anung Wibowo, seorang politisi muda, sebagai Sekretaris Jenderal. Sedangkan Guruh Sukarnoputra, adik Megawati, yang sebelumnya ikut dalam bursa calon Ketua Umum, terpilih sebagai Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Pencapaian pada Pemilu Anggota DPR 2009

PDI-P mendapat 95 kursi (16,96%) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah mendapat 14.600.091 suara (14,0%). Dengan hasil ini, PDI-P menempati posisi ketiga dalam perolehan suara serta kursi di DPR.

Susunan pengurus

 

Berikut merupakan daftar susunan pengurs PDI Perjuangan untuk masa kerja 2010—2015 berdasarkan Kongres III PDI Perjuangan di Hotel Inna Grand Bali Beach, Bali, April 2010.[1][2]

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Indonesia


Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum merupakan adalah sebuah unsur pelaksana Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia yang menyelenggarakan fungsi penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, perumusan standar, norma, pedoman dan prosedur di bidang administrasi hukum umum. Lembaga ini dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Susunan organisasi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum terdiri atas:
  1. Sekretariat Direktorat Jenderal;
  2. Direktorat Perdata, dengan tugas antara lain: Pengesahan badan Hukum; Penyelesaian permohonan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian notaris; Penyelesaian Legalisasi; Pembuatan Legal Opinion; Penyelesaian permohonan Perubahan Nama; Penyelesaian permohonan Penggunaan Ahli Hukum Warga Negara Asing; Pengurusan Harta Peninggalan; Pengurusan Harta Orang yang dinyatakan pailit; Pemberian surat keterangan wasiat; serta Penyelesaian Pendaftaran Jaminan Fidusia
  3. Direktorat Pidana, dengan tugas antara lain: Penyelesaian permohonan Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
  4. Direktorat Tata Negara, dengan tugas antara lain: Penyelesaian permohonan Pewarganegaraan RI (naturalisasi); Pendaftaran Partai Politik
  5. Direktorat Hukum Internasional, dengan tugas antara lain: Pelaksanaan kegiatan bidang hukum internasional berperan dalam pembahasan dan penelaahan mengenai materi di bidang hukum internasional, berperan dalam pengembangan hukum internasional melalui sosialisasi, dan ikut berperan dalam pembahasan perundingan perjanjian-perjanjian bilateral, serta memberikan bimbingan dan pertimbangan mengenai masalah di bidang hukum internasional
  6. Direktorat Daktiloskopi, dengan tugas antara lain: Penyelesaian Perumusan dan Identifikasi Sidik Jari
Kegiatan tugas bidang pembinaan teknis operasional pelayanan hukum meliputi :
  • pembinaan dan pengendalian atas pelaksanaan tugas Balai Harta Peninggalan di seluruh Indonesia
  • pemberian pertimbangan/tanggapan atas permasalah di bidang hukum perdata umum
  • penyiapan bahan atas pemberian pendapat hukum (legal opinion)
  • penyelesaian masalah grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi
  • penyelesaian proses pengangkatan PPNS
  • pemberian tanggapan/pertimbangan mengenai masalah di bidang hukum pidana
  • pemberian bimbingan dan pertimbangan mengenai masalah di bidang hukum tata negara